Friday, April 11, 2008

Kompas 11-Apr-08: Lampu Hijau dari ESDM (Kulon Progo, Yogya)

TAMBANG PASIR BERISI
Lampu Hijau dari ESDM
Jumat, 11 April 2008 | 00:43 WIB

Dari gelagat yang ditunjukkan sejauh ini, tampaknya calon investor, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan pihak DPR tetap tidak akan mundur dari rencana penambangan pasir besi di pantai selatan Kulon Progo, meski itu harus mengorbankan belasan ribu petani yang selama ini mengolah lahan tersebut untuk pertanian.

ang jelas, menurut pengakuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, proyek yang sudah ditandatangani nota kesepahaman (MOU)-nya pada Januari 2007 itu sudah mengantongi rekomendasi dari pihaknya.

Komisi VII DPR pun sudah menyetujui. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Muhammad Lutfi mengatakan, status proyek itu kini tinggal menunggu dibawa ke sidang kabinet dan ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Proyek tambang pasir besi di Kulon Progo itu sendiri merupakan kerja sama antara PT Krakatau Steel (KS) dan PT Jogja Magasa Mining (JMM). PT KS saat ini adalah salah satu perusahaan baja hilir terbesar di Indonesia, sementara JMM sendiri disebut sebagai perusahaan kerabat Sultan.

Salah satu komisaris adalah GBPH Joyokusumo (adik Sultan Hamengkubuwono X) dan GKR Pembayun (putri sulung Sultan), sedangkan Direktur Utama adalah BRMH Haryo Seno (Kompas, 23/1).

Bagi PT KS, proyek ini akan mendukung perluasan kapasitas produksi industri mereka dan mengatasi kesulitan akan bahan baku, karena selama ini perusahaan itu masih 100 persen menggantungkan bahan bakunya kepada impor yang sangat mahal.

Kawasan sepanjang 22 kilometer pesisir Kulon Progo menyimpan deposit pasir besi yang tidak akan habis ditambang dalam 30 tahun. Pada lapisan dengan kedalaman hingga enam meter yang pasirnya mengandung 14 persen biji besi saja, tersimpan deposit setara 33,6 juta ton pasir besi. Dari uji yang dilakukan Outokumpu Technology, bahkan kandungan biji besi bisa ditingkatkan dari 14 persen menjadi 50 persen.

Padahal, JMM merencanakan menambang hingga kedalaman 14,5 meter, yang berarti akan mengangkat volume pasir hingga 650 juta ton. Rencananya, Indo Mines Limited, perusahaan tambang dari Australia, akan membangun pabrik untuk pengolahan pasir besinya, dengan investasi 600 juta dollar AS.

Selain untuk memenuhi kebutuhan PT KS dan produsen baja domestik lainnya, besi mentah (pig iron) yang diproduksi Indo Mines juga akan diekspor ke pasar dunia. Kepemilikan saham Indo Mines saat ini 30 persen, tetapi dengan selesainya studi kelayakan, kepemilikan akan meningkat menjadi 70 persen.

Berdasarkan jadwal, pabrik sudah akan mulai beroperasi Agustus 2008 (untuk konsentrat) dan Desember 2009 (besi mentah) dengan kapasitas produksi awal 300.000 ton per tahun dan nantinya 1 juta ton per tahun. Dengan volume ini, pabrik ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara.

Proyek ini akan mendatangkan pemasukan ke kantong Indo Mines sebesar 185 juta dollar AS. Sementara pemerintah pusat akan mendapatkan penerimaan pajak 19,25 juta dollar AS per tahun.

Sekarang ini, menurut Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Simon Sembiring yang dikutip media beberapa waktu lalu, Indo Mines sudah mengantongi kontrak karya 30 tahun. Kontrak ini bisa diperpanjang lagi selama 20 tahun.

Indo Mines sebelumnya bernama Australian Kimberley Diamonds (AKD) dan berganti nama menjadi Indo Mines pada Maret 2006 setelah perusahaan itu terlibat dalam proyek pengembangan sumber daya mineral di Indonesia.

AKD sendiri tercatat di bursa sejak Desember 1993 dan pernah terlibat dalam sejumlah proyek penambangan berlian, emas dan fosfat di Australia, serta penambangan emas dan tembaga di Peru. Proyek pasir besi di Kulon Progo tampaknya menjadi andalan dan jualan penting perusahaan ini untuk menjadi perusahaan tambang terkemuka dunia.

Proses kilat

Indo Mines dan JMM termasuk perusahaan yang ”beruntung” masih bisa memperoleh kontrak karya pertambangan. PT JMM dan mitranya, Indo Mines, tidak membutuhkan waktu lama untuk memperoleh izin kontrak karya. Banyak perusahaan tambang lain berlomba-lomba mengegolkan proyek mereka di bawah rezim kontrak karya sebelum RUU Mineral dan Batu Bara diberlakukan, tetapi tak semua beruntung.

Dengan berlakunya undang- undang baru itu, perusahaan tambang hanya mendapat izin pertambangan jangka pendek dan dibebani berbagai kewajiban lain yang oleh perusahaan pertambangan dinilai tidak terlalu menjamin investasi mereka.

Ditanya apakah mulusnya jalan Indo Mines dan JMM untuk memperoleh kontrak karya disebabkan pemiliknya adalah keluarga Sultan HB X, Ketua Komisi VII DPR yang membidangi Energi dan Lingkungan Airlangga Hartarto mengatakan, ”Enggak benarlah itu.”

Melalui rapat dengar pendapat dengan Dirjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 16 November 2007, Komisi VII DPR menyetujui pengajuan kontrak karya untuk tambang pasir besi PT JMM.

”Prosesnya tergolong cepat, tidak seperti usulan kontrak karya lain yang sampai sekarang masih menggantung. Saya sudah kirim surat ke Mensesneg agar segera diselesaikan. Tinggal dibawa ke sidang kabinet,” ujar Kepala BKPM.

Pihak Kedutaan Besar Australia sendiri memastikan Indo Mines memiliki reputasi baik terkait pengelolaan lingkungan. Berkaitan dengan protes petani, Staf Atase Pers Kedubes Australia di Jakarta yang tidak mau disebut namanya mengatakan, kondisi dan perbedaan pandangan seperti itu sudah biasa terjadi. ”Banyak juga petani yang mendukung proyek itu,” ujarnya.

Pihak eksekutif maupun legislatif yang bertanggung jawab atas keluarnya izin kontrak karya pertambangan pasir besi untuk Indo Mines dan JMM sendiri menyatakan yakin bahwa dampak sosial dan lingkungan sudah dihitung dan bisa diatasi.

Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya sudah melihat langsung kondisi di lapangan. ”Memang ada potensi konflik pertanahan dengan masyarakat, tapi sudah diperhitungkan,” ujarnya.

Respons serupa juga muncul dari Purnomo ketika ditanyakan tentang kemungkinan konflik sosial dan masalah lingkungan. Purnomo dengan yakin mengatakan masih ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

”Ya nanti dilihat saja amdalnya,” ujar Purnomo yang mengaku lupa tanggal pastinya kapan ia meneken surat rekomendasi izin kontrak pertambangan Indo Mines kepada Presiden RI. (Doty Damayanti/ Sri Hartati Samhadi)

No comments: