Thursday, May 1, 2008

Kompas 2-Mei-08: Stok Menipis, Permintaan Dunia Meningkat (Jagung, Pioneer)

Stok Menipis, Permintaan Dunia Meningkat
Kompas/Lucky Pransiska / Kompas Images
Petani memanen jagung hibrida bisi 12, varietas yang dikembangkan PT Bisi Internastional Tbk di Desa Turipinggir, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (6/12). Produksi jagung varietas tersebut mencapai 14 ton per hektar dengan masa tanam selama 98 hari.
Jumat, 2 Mei 2008 | 00:42 WIB

Grobogan, Kompas - Stok jagung dunia terus menyusut. Sejak tiga tahun lalu, laju peningkatan produksi jagung dunia kalah cepat dibandingkan dengan peningkatan konsumsi. Saat ini, stok jagung dunia hanya cukup untuk kebutuhan 48 hari.

Oleh karena itu, menurut ASEAN Business Manager DuPont Andy Gumala, investasi di bidang agrobisnis jagung akan sangat menguntungkan. Andy menyampaikan hal itu seusai panen jagung hibrida pioner varietas P 11 di area Perum Perhutani wilayah Jawa Tengah di Purwodadi, Rabu (30/4).

Idealnya, kata Andy, stok jagung dunia minimal untuk mencukupi kebutuhan empat bulan agar bila terjadi gagal panen tidak akan mengguncang harga jagung di pasar dunia.

”Stok jagung dunia diperkirakan akan terus berkurang akibat konsumsi jagung untuk etanol dan pakan meningkat, sementara perluasan area tanam terbentur keterbatasan lahan,” katanya.

Sejak tahun 1990-an lahan untuk jagung stagnan. Potensi perluasan lahan hanya bisa dilakukan di hutan Amazon dan Indonesia meskipun kecil. Di luar wilayah itu, sulit untuk mengembangkan pertanian jagung.

Saat produksi cenderung stagnan, permintaan terhadap jagung justru meningkat. Tahun 2007, produksi jagung dunia 770 juta ton, sementara konsumsi 774 juta ton. Konsumsi terus meningkat karena beberapa negara mengembangkan etanol berbahan baku jagung. Selain itu, meningkatnya konsumsi daging di China yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan pakan ternak, di antaranya jagung.

China yang sebelumnya eksportir jagung tahun lalu mengimpor 1 juta ton. Malaysia mengimpor 5 juta ton, Indonesia sekitar 1 juta ton, Taiwan 1 juta ton, Jepang dan Singapura mengimpor belasan ton.

”Impor jagung Asia saja tahun lalu 35 juta ton, yakni dari Brasil, Argentina, dan AS,” katanya.

Petani semangat

Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo, usaha tani jagung saat ini menguntungkan. Dengan harga jual jagung pipilan kering Rp 2.000 per kilogram, petani akan semangat menanam jagung.

Ia menjelaskan, harga jagung akan terus tinggi selama harga minyak terus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah dan pengusaha harus pandai memanfaatkan momentum kenaikan harga jagung ini, yaitu dengan meningkatkan produksi jagung untuk menembus pasar ekspor. Peluang usaha agrobisnis jagung masih terbuka lebar karena banyak lahan pertanian di Indonesia yang bisa dimanfaatkan.

Naiknya harga jagung, kata Siswono, akan memberi pendapatan berlebih pada petani sehingga daya beli mereka naik.

Di Kecamatan Klambu, Purwodadi, misalnya, masyarakat giat menanam jagung hibrida P 11 di lahan Perum Perhutani di sela-sela tanaman keras seperti pohon jati, mindi, dan mahoni. Produktivitas jagung di lahan perhutani itu mencapai 6-7 ton per hektar.

Selain menjalin kerja sama penanaman jagung di area Perhutani, DuPont sebagai produsen benih jagung juga menjalin kerja sama serupa dengan PT Perkebunan Nusantara.

General Manager Cargill Animal Nutrition, Clemens Tan, mengatakan, Cargill bersedia menampung produksi jagung dalam negeri dengan syarat kadar air tidak lebih dari 17 persen dan aflatoksin maksimal 50 part per billion (ppb).

”Dengan konsumsi seperti sekarang, perdagangan jagung dunia menjanjikan. Berapa pun produksi jagung lokal akan terserap semuanya,” katanya. (MAS)