Tuesday, February 26, 2008

Kompas 26-Feb-08: Perbaiki Struktur Pasar Pertanian

Perbaiki Struktur Pasar Pertanian

Mentan: Sulit Mengubah Kebijakan Menjelang Pemilu
Selasa, 26 Februari 2008 | 01:41 WIB

Jakarta, Kompas - Ketahanan pangan nasional perlu diperkuat dengan memperbaiki struktur pasar produk pertanian yang tidak sehat. Selama ini petani selalu mendapatkan margin keuntungan terkecil pada mata rantai distribusi. Harga produk pertanian pun ditentukan hanya oleh segelintir pembeli.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Kaman Nainggolan mengemukakan pentingnya perbaikan struktur pasar itu dalam seminar yang digagas Center for Information and Development Studies (Cides) di Jakarta, Senin (25/2).

”Struktur pasar produk pertanian kita sangat sakit. Tidak ada yang bisa membantah hal ini,” ujar Kaman.

Praktik oligopsoni terjadi di bagian hulu pemasaran produk pertanian. Hasil panen petani hanya diserap oleh segelintir pembeli. Karena jumlah petani yang menjual hasil panen jauh lebih banyak daripada pembeli, harga pun ditentukan oleh pembeli.

Di sisi lain, konsumen akhir produk pertanian di dalam negeri juga hanya dilayani segelintir distributor besar. Di bagian hilir tersebut, pasar produk pertanian bersifat oligopolistik.

Kaman mengakui, kelembagaan pemasaran hasil-hasil pertanian sampai saat ini belum optimal berperan sebagai penyangga kestabilan distribusi dan harga pangan. Akibatnya, pada saat panen, harga hasil pertanian di sentra produksi turun tajam. Sebaliknya, kenaikan harga setiap musim paceklik juga sangat signifikan.

Menurut Kaman, kelembagaan pemasaran yang menjangkau petani juga kerap dikuasai kelompok tertentu saja.

”Peritel besar dan pelaku industri sebagai konsumen produk pertanian, kan, tidak mungkin membeli dari petani dalam skala kecil-kecil,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Thomas Darmawan.

Sebelum terserap oleh industri dan peritel, produk pertanian dibeli oleh pedagang-pedagang pengumpul. Dari pedagang pengumpul, hasil pertanian diperdagangkan dengan mata rantai panjang hingga dikonsolidasikan oleh distributor besar.

Menyikapi kondisi itu, Thomas berharap, pemerintah lebih serius memberdayakan kembali koperasi petani atau koperasi di tingkat desa untuk mengelola penjualan hasil pertanian.

”Cara paling strategis mengatasi ini tentu lewat revitalisasi KUD, tapi pengelolanya perlu dipilih yang mengerti bisnis, tahu caranya menjual,” ujar Thomas.

Sistem pemasaran yang lebih adil juga dipandang sebagai bentuk insentif bagi petani untuk meningkatkan hasil produksi.

Pemerintah janjikan insentif

Secara terpisah, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan, pemerintah akan lebih fokus mendorong peningkatan produksi pertanian melalui insentif dan proteksi.

”Hanya ada dua kunci untuk mengatasi masalah pangan saat ini, yakni dengan pemberian insentif dan proteksi bagi petani,” ujar Mentan.

Insentif antara lain diberikan melalui peningkatan subsidi dan pola pembiayaan untuk petani. Pemerintah telah meningkatkan subsidi pupuk dari Rp 7,5 triliun pada tahun 2007 menjadi sekitar Rp 10 triliun tahun ini.

Mentan mengakui, ia tidak cukup puas dengan sistem subsidi pupuk yang kini berlaku. Subsidi saat ini melekat pada harga pupuk yang dialokasikan untuk pertanian. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, semakin besar subsidi didapat. Petani gurem pun mendapat subsidi minimal.

Subsidi pupuk diyakini akan lebih tepat sasaran jika diberikan langsung kepada petani. Untuk itu, dibutuhkan pendataan petani yang lebih baik.

”Tapi mengubah kebijakan menjelang pemilu ini sulit, jadi status quo dulu saja. Mudah-mudahan pemerintahan yang akan datang bisa menyelesaikan masalah ini,” ujar Mentan. (DAY)

No comments: