Monday, February 4, 2008

vhrmedia.com 4-Feb-08: Setia pada Petani

Setia pada Petani

Yuliyanti

DERING telepon tak henti-henti berbunyi. Hari itu, tanggal 5 Januari 2008, merupakan hari bersejarah bagi Henry Saragih. Sebuah harian terkemuka di Inggris, The Guardian, memilihnya sebagai satu di antara 50 Pahlawan Lingkungan Hidup Dunia.

Henry Saragih adalah Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) dan juga Ketua Gerakan Petani Internasional, La Via Campessina. Henry mengaku pantas menerima penghargaan itu sebagai bentuk pengakuan dari perjuangan petani-petani di dunia yang menentang neoliberalisme selama belasan tahun. "Apa yang kita perjuangankan itu dirasakan anggota. Mereka bisa mengambil tanah-tanah yang menjadi hak mereka dan bisa membuat gembira. Itu yang membuat kita merasa memiliki kebanggaan," ujarnya dengan rendah hati.

Sejak diumumkan di media-media nasional dan internasional, aktivitas Henry pun bertambah. Selain mengunjungi petani-petani di berbagai tempat lndonesia, ia juga melakukan berbagai pertemuan di luar negeri. Henry menerima banyak undangan baik diskusi maupun seminar sebagai pembicara. Ketika harga kedelai naik, produsen tempe dan petani panik, Henry Saragih adalah salah satu orang yang diincar oleh banyak pemburu berita. "Mereka kan cari pendapat lain, kita kan selalu ditanya untuk pendapat lain," katanya dengan canda.

Sore hari. Saya mengunjungi kantornya di Mampang Prapatan XIV nomor 5 Jakarta Selatan. Henry baru tiba dari India. Di negeri "Bollywood" itu ia mengikuti rapat konsolidasi untuk aksi besar petani-petani India pada Maret mendatang. Segudang jadwal sudah dipersiapkan untuk Bang Henry, begitu sapaannya.

Hampir satu jam menunggu, akhirnya saya bisa menemuinya. Meskipun terlihat lelah, Henry masih sempat membuat kami tersenyum-senyum, dengan logat Sumatera Utara dan gayanya yang ceplas-ceplos.

Sepak terjangnya sudah dimulai sejak duduk di bangku kuliah pada tahun 1983. Pria kelahiran Sumatera Utara 44 tahun silam ini sudah aktif dalam organisasi petani yang didirikannya bersama serikat-serikat petani di Sumatera Utara. Henry sudah aktif mengembangkan pertanian organik dengan menentang penggunaan pupuk kimia dan rekayasa genetika. "Orang kini percaya yang organik itu bagus untuk kesehatan," kata bapak dua anak ini.


Henry optimistis sebelum mendapat pengakuan dari The Guardian. Prediksi dan teori-teori yang dikemukakannya sekarang banyak yang mulai mempercayainya.

Henry yang jago mengorganisasikan masyarakat ini bersama kawan-kawan kuliahnya sempat membuat pembangkit listrik mikrohidro, pembangkit listrik tenaga air. Namun belum selesai eksperimennnya itu, terjadi peristiwa Kedungombo, yakni penggusuran petani di Kedungombo, Jawa Tengah, yang lahannya akan digunakan untuk membuat bendungan terbesar di Asia Tenggara. Saat itu juga muncul konflik petani Tapanuli dan Asahan dengan pabrik bubur kertas PT Inti Indorayon. Henry pun mulai terlibat aksi-aksi protes para petani. "Kita ikut berjuang sama-sama teman Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)," katanya. "Sejak itu kita urus kasus-kasus petani."

Penerima beasiswa Supersemar ini mengaku selama kuliah rajin mengikuti forum-forum diskusi di kampus dan di luar kampus. Saat itu forum-forum diskusi telah menjamur di kalangan mahasiswa. Mereka mendiskusikan teori-teori dan persoalan-persoalan sosial. Liberalisasi telah menghantam kehidupan petani lewat globalisasi, privatisasi, dan deregulasi. Hal itu ia nilai telah menghilangkan keharmonisan di desa. "Orang Jepang dulu bangga dengan pertaniannya. Industri Jepang itu dibangun dengan pertaniannya," katanya. "Orang Jepang walaupun bisa impor makanan dari luar, mereka punya hati nurani juga. Sesungguhnya mereka juga memproduksi bahan makanan sendiri."

Di mata kawan-kawannya lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara (USU) ini adalah seorang aktivis tani progresif. Sebelum Soeharto turun, ia bersama kawan-kawannya telah membuat konsep land reform. Tak pelak lagi stigma komunis pun sempat disandangnya. Namun Henry berpendapat, konsep yang dibawanya benar. Keyakinannya semakin kuat ketika semua orang sudah mulai ikut-ikutan berbicara tentang reformasi agraria, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Sekarang Badan Pertanahan Nasional saja sudah menyetujui (land reform). SBY saja sudah membuat program pembaruan agraria," katanya.

Sosoknya selalu mengundang kontroversi. Aktivitasnya telah diakui dunia. Ia dikenal aktivis yang galak dalam menentang kebijakan negara-negara maju yang merugikan rakyat dan mengancam kerusakan lingkungan. Henry pernah diusir ketika berlangsung pertemuan Bank Dunia di Singapura tahun 2006, karena membuat acara tandingan serupa.

Di tengah kesibukannya, Henry selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama istri dan kedua anaknya yang tinggal di Medan. Kadang ia merasa bersalah karena tidak bisa hadir dalam peristiwa-peristiwa penting anaknya. "Saya kadang-kadang merasa nggak enak kalau dia mendapat penghargaan dari sekolah, kadangkala kegiatan saya batalin," katanya.

Henry bahagia karena istri dan anaknya ikut mendukung aktivitasnya. "Kalau tidak setuju, mungkin kami nggak kawin, " kata Henry yang mengaku kawin muda pada usia 27 tahun. Kedua orang tuanya saat itu menginginkan Henry menjadi birokrat. Dengan rendah hati Henry mengatakan pekerjaannya ini tidak sebanding dengan orang-orang yang berjuang untuk hidup. "Bila dibandingkan dengan orang yang membantu persalinan yang harus siap kapan pun ia dibutuhkan," kata aktivis yang tak kuat begadang ini. (E2) Foto: Q-think

©2008 VHRmedia.com

http://www.vhrmedia.com/vhr-story/tokoh-detail.php?.g=stories&.s=tokoh&.e=22

No comments: