Thursday, February 21, 2008

Bisnis 21-Feb-08: Ekspor teh berpeluang digenjot

Kamis, 21/02/2008

Ekspor teh berpeluang digenjot

JAKARTA: Eksportir teh perlu memanfaatkan lesunya pasar di Mombasa-Kenya dan berani masuk pasar Asia untuk mengejar pertumbuhan volume dan nilai ekspor yang gagal dicapai tahun lalu.

Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Insyaf Malik mengatakan pelaku ekspor harus memanfaatkan momentum masih tingginya harga komoditas ini di pasar internasional.

"Saat ini pasar teh yang di Kenya itu belum mampu menutupi kebutuhan permintaan dan kita harus bisa memanfaatkan kondisi tersebut," katanya ketika dihubungi Bisnis, kemarin.

Menurut dia, teh dari Indonesia dapat menjadi substitusi bagi negara-negara konsumen dari Eropa maupun negara lain. Dia menyebutkan eksportir perlu lebih berani bersaing di pasar Asia yang selama ini dikuasai China dan Jepang.

Indonesia selama ini termasuk dalam eksportir teh dunia terbesar mendampingi Kenya, China, India dan Sri Lanka. Importir terbesar teh Indonesia diduduki Rusia 17%-18%, diikuti Inggris 15%-16%, Pakistan dan Malaysia 8%-10%.

"Perusahaan saya saja sudah mulai masuk ke Jepang atau pasar yang selama ini cenderung dihindari. Padahal kita bisa bersaing dengan mereka," paparnya.

Namun, dia mengakui persaingan pasaran teh dunia semakin tajam dan ketat. Dampaknya, perkembangan volume ekspor teh Indonesia hanya berkisar 100.000 ton dalam lima tahun terakhir, atau tak mampu mencapai minimal 123.000 ton pada 1993.

Pada 2007, volume ekspor teh Indonesia naik sebesar 6% menjadi sekitar 104.000 ton dari total perkiraan produksi sebesar 155.000 ton. Volume produksi teh nasional sebenarnya mampu mencapai 165.000 ton.

Malik mengemukakan target nilai ekspor US$145 juta pada tahun lalu tak kesampaian. Meskipun begitu, dia optimistis kinerja ekspor selama Januari dan Februari 2008 dapat menembus nominal tersebut.

Dia beralasan faktor iklim dan cuaca di sejumlah daerah produksi kurang menguntungkan dengan adanya curah hujan yang cukup tinggi. "Karena itu, kami agak susah mematok target nilai ekspor tahun ini," ujarnya.

Hambatan nontarif


Faktor lain yang dinilai dapat menghambat kinerja ekspor teh a.l. pengenaan komoditas ini dalam kategori hambatan nontarif seperti di pasar Eropa.

Sejak Mei 2005, Inggris mempelopori penerapan hambatan nontarif teh Indonesia di Uni Eropa, berupa ketentuan Ethical Tea Partnership dan pemenuhan International Phytosanitary Standard for Wood Packaging ISPM 15.

Namun, Malik berharap masih tingginya harga teh Indonesia mampu mendongkrak ekspor. Perkembangan harga teh Indonesia saat ini di atas US$1 per kg, yang dinilai cukup baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2006, rerata harga teh Indonesia mencetak rekor baru sebesar US$134,9 sen per kg, tetapi harga itu masih jauh di bawah Kolombo, Sri Lanka, 171,75 sen per kg dan pasar Mombasa, Kenya, US$147 sen per kg.

Oleh Fahmi Achmad
Bisnis Indonesia

bisnis.com

No comments: