Tuesday, March 4, 2008

Kompas 29-Feb-08: Petani Jadi Kuli Bangunan

Petani Jadi Kuli Bangunan
Penangkar Benih Kopi di Bener Meriah Keluhkan Harga Bahan Baku
Jumat, 29 Februari 2008 | 01:19 WIB

Kolaka Utara, Kompas - Kehidupan petani cokelat di Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, makin terpuruk akibat ganasnya hama penggerek buah kakao atau PBK. Sebagian petani terpaksa menjadi kuli bangunan untuk mencari sumber nafkah baru.

Dalam perbincangan dengan Kompas di sela-sela kunjungan kerja Gubernur Sultra Nur Alam di Kolaka Utara, Kamis (28/2), Bupati Rusda Mahmud mengatakan, petani di daerahnya tidak berdaya menghadapi serangan hama PBK yang telah berlangsung hampir 10 tahun ini.

”Berbagai upaya telah dilakukan petani bersama petugas untuk memberantas hama itu. Namun, semua upaya tidak berhasil mengatasi keganasan PBK,” kata Rusda Mahmud.

Darwin (49), warga Desa Pungkiha, Kecamatan Lasusua, saat dikonfirmasi membenarkan keterangan Bupati Kolaka Utara tersebut. ”Hama PBK tidak bisa diatasi,” ujarnya.

Darwin terpaksa menelantarkan kebun cokelatnya yang seluas tiga hektar sejak tahun 2003. Ia lalu berkonsentrasi merawat tanaman cengkeh sebanyak 300 pohon untuk membiayai anaknya yang kuliah di Makassar.

Menurut Rusda, yang didampingi Wakil Bupati Kolaka Utara Hj Siti Suhariah Muin, kehidupan warga di daerahnya yang sebagian besar petani cokelat belakangan ini makin memprihatinkan. Mereka bekerja serabutan. ”Ada yang jadi kuli bangunan, buruh pemecah batu, dan usaha lain untuk menopang hidup,” tuturnya.

Kolaka Utara yang resmi menjadi daerah otonom sejak 7 Januari 2003 terdiri atas 12 kecamatan dengan total penduduk 94.190 jiwa (2007). Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kolaka Utara Amir Badi, luas hamparan tanaman cokelat rakyat sekitar 45.000 hektar.

Rusda menyebutkan, keganasan hama PBK menyebabkan produktivitas tanaman cokelat menurun sangat drastis dari 1-1,5 ton menjadi hanya rata-rata 100 kilogram per hektar per tahun.

Ia mengemukakan pula, pihaknya kini mulai mengajak petani cokelat untuk mengonversi tanaman cokelat mereka dengan kelapa sawit.

Bahan baku naik

Di Kabupaten Bener Meriah, Nanggroe Aceh Darussalam, para penangkar benih kopi mengeluhkan naiknya harga bahan baku, terutama bahan kantung plastik (polybag). Kenaikan harga polybag hampir 50 persen, memberatkan penangkar benih kopi, terutama penangkar mandiri.

Jusriadi (38), penangkar benih kopi di Desa Jungke, Kecamatan Permata, Kamis, mengatakan, beberapa waktu lalu, harga satu kilogram polybag Rp 10.000, tetapi saat ini Rp 15.000.

Dia mengatakan, untuk menanam sekitar 200.000 benih kopi arabica, setidaknya dibutuhkan 10-20 kilogram kantung plastik itu. (YAS/MHD)

No comments: